Jumat, 30 Desember 2011

Merebut Jiwa Anak


Meskipun pendidikan di perguruan tinggi turut berpengaruh pada sikap terutama wawasan seseorang, tetapi pengaruh paling kuat yang membekas pada kepribadian adalah masa kecil. Dan cerita anak-termasuk film yang mereka lihat-sangat menentukan kekuatan jiwa. Anakyang sudah kukuh jiwanya ketika memasuki masa remaja, insyaAllah mereka tidak mudah terpengaruh-apalagi terguncang-oleh hal-hal baru yang ada di sekelilingnya. Menjadi remaja tidak dengan sendirinya berarti mengalami kebingungan jati diri sehingga mereka sibuk mencari identitas-yang kemudian dijadikan sebagai alasan pembenar untuk melakukan apa saja yang tidak benar. Ada remaja-remaja yang tidak mengalami keguncangan. Mereka telah menemukan jati diri sebelum memasuki masa remaja. Inilah yang disebut sebagai identity foreclosure.

Pertanyaan kita adalah mengapa ada yang harus terguncang dan kehilangan pegangan sehingga pelajaran agama yang mereke terima semenjak kecil seakan tak berbekas, sementara pada saat yang sama ada remaja lain yang tidak menggalami kebingungan identitas? Wallahu a'lam bish-sha-wab.  Penyebab yang sangat menentukan adalah pendidikan yang mereka terima di masa sebelumnya, sejauh mana memengaruhi serta menggerakkan hati dan jiwa mereka.

Sekedar cerdas secara kognitif atas nilai-nilai tauhid, tidak banyak berpengaruh bagi jiwa. Banyak pengetahuan tidak terlalu menentukan apa yang menjadi penggerak utama manusia untuk hidup-McClelland kemudian menganggapnya sebagai kebutuhan (need ). Seperti dokter penyakit dalam, sekedar pnegetahuan yang mendalam tentang bahaya merokok, tidak cukup untuk membuat mereka berhenti merokok. Itu sebabnya, perusahaan rokok dengan senang hati mencantumkan peringatan pemerintah tentang bahaya merokok di iklan-iklan mereka.

Nah, salah satu cara yang efektif memengaruhi juwa anak adalah cerita. Semakin kuat sebuah cerita, semakin besar pengaruh yang menggerakkan jiwa anak. Demikian pula semakin dini mereka membaca cerita-cerita berpengaruh tersebut, semakin kuat bekasnya pada jiwa. Kuatnya pengaruh ini akan lebih besar lagi jika anak-anak itu mengungkapkan kembali cerita dan kesan yang ia tangkap melalui tulisan. 'Ali bin Abi Thalib pernah berkata, "Ikatlah ilmu dengan menuliskannya."

Itu sebabnya, dua ketrampilan ini-yakni membaca dan menulis-perlu kita bangkitkan semenjak dini. Kita gerakkan jiwa mereka unuk membaca sejak anak-anak baru berusia beberapa hari. Kita rangsang minat baca mereka, dan kita ajarkan mereka bagaimana membaca sejak dini. Bukan semata untuk meningkatkan kecerdasan. lebih dari itu, mudah-mudahan kita tergerak untukmelakukannya karena Allah 'Azza wa Jalla telah menjadikan membaca (iqra') sebagai perintah pertama. Iqra' bismirabbikalladzii khalaq! Adapun kenyataan bahwa mengajarkan membaca semenjak dini terbukti meningkatkan kecerdasan kita berlipat-lipat, itu merupakan hikmah yang harus kita syukuri.

Tetapi...
Sekedar membuat anak kita terampil membaca dan menulis di usia dini, sama sekali tidak cukup. Kita harus berikankepada mereka  bacaan-bacaan bergizi bagi pikiran, perasaan, dan ruhani mereka. Tak cukup kalau kita sekedar mencerdaskan otak. Kita harus menghidupkan jiwa mereka sehingga tumbuh kebutuhan yang sangat kuat sebagai penggerak hidup mereka kelak. Kita harus menulis cerita-cerita yang bergizi. Sekarang juga! Tak ada waktu untuk menunggu, karena setiap detik waktu berlari meninggalkan kita...!!

Subhanallah...mencoba merefleksikan diri dengan mengurai ulang tulisan Ustadz Mohammad Fauzil Adhim dalam "Merebut Jiwa Anak," salah satu judul bab buku beliau Positive Parenting. Semoga mampu menggerakkan seluruh kekuatan yang mulai terpendam. Semoga menjadi amal sholih bagi beliau penulis yang membawa berkah bagi setiap orang  yang membacanya. Rabb...bantulah kami menuju ridho-MU...Amiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar