Sabtu, 18 Juni 2011

Mengawali Portofolio

Bismillaahirrohmanirrohiim


Anandaku berlima, dengan segala keterbatasan yang ada pada diri bundamu ini, saksikanlah, bahwa malam ini bunda memulai. Sebuah tindakan yang harusnya telah bunda pelihara semenjak setahun yang lalu, ketika kita memulai langkah-langkah kita ini. 
Mari sejenak kita membuka cerita...
Kami adalah sebuah keluarga dengan 5 orang anak, masing-masing Aslim Fathin Abdul Hadi Zain (12 Juni 2001), 'Abdan Zaib Ali Zain (17 Agustus 2003), Fahri Daud Abdurrohim Zain (7 Maret 2007), Nayla Taqiyya Adiibah Zain (26 Maret 2009), dan Yumna Taqiyya Aqeelah Zain (10 Januari 2011).Kami tinggal di sebuah kota kecil di Kab Kediri Jawa Timur, kota Pare, yang dikenal masyarakat Indonesia dengan Kampung Inggrisnya. Kami adalah keluarga yang menerapkan model pendidikan Home Education untuk putra putri kami, sebuah model pendidikan berbasis keluarga.
01 Februari 2010 kami mengawali langkah pendidikan sekolah rumah untuk ketiga anak kami, Fathin, 'Abdan dan Fahri. Saat itu saya masih aktif mengajar di sebuah PAUD favorit di kota Pare yang saya tekuni sejak tahun 2006. Keputusan untuk menyekolah rumahkan anak-anak dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya faktor biaya, mulai terbukanya cakrawala pandang kami sebagai orang tua terhadap model pendidikan, dan semakin memprihatinkannya sistem pendidikan di negeri tercinta ini. 
Keputusan ini dipicu oleh kondisi putra  kedua kami 'Abdan, yang mulai enggan masuk sekolah. Pada tahun ajaran 2009/2010 usia 'Abdan yang waktu itu duduk di bangku TK-B belum genap 7 tahun. Atas berbagai pertimbangan, terutama berkenaan dengan kematangan anak, kami tidak memasukkannya ke SD melainkan membujuknya untuk bisa belajar di TK-B. Beberapa temannya pun masih tinggal di TK-B karena faktor usia juga. 'Abdan agak 'mogok', dan kami terus membujuknya. Saya berusaha membuatnya gembira untuk bisa kembali ke sekolah yang juga disana saya mengajar. Kami bertahan pada kondisi ini meski harus selalu menghindari cara-cara paksaan untuk membuatnya bisa berangkat.
Menjelang bulan Desember 2009 'Abdan kembali mogok dan benar-benar mogok. Kami tak punya cara lain selain membiarkannya bersantai di rumah, ikut Abi kerja atau pergi ke rumah nenek. 'Abdan begitu menikmati dunia barunya. Saya merasa berdosa, tapi ya sudahlah, ini salah kami juga. Kenapa memasukkannya ke PAUD terlalu dini yang akibatnya bisa membuat tekuranginya hak dia untuk menghabiskan dunia bermainnya jika kami teruskan ia ke SD, ya sudahlah gapapa ga sekolah...
Mulai saat itulah kecenderungan pada model homeschooling kembali mencuat setelah sejak anak-anak lahir kami memang sempat mempelajarinya. 'Abdan memang harus dibikinkan program, dan homeschooling kayaknya tepat untuk dia karena ternyata, setelah mogok itu ia memang menyatakan tidak mau sekolah....
Begitulah ...'Abdan resmi homeschooling bersama Abinya sementara saya masih tetap mengajar di PAUD itu.